Press ESC to close

Bukan Hanya Hujan! Ini 7 Penyebab Banjir di Indonesia yang Jarang Disadari

Jakarta - Banjir di Indonesia bukan lagi sekadar fenomena musiman. Setiap tahun, ribuan rumah terendam, aktivitas ekonomi lumpuh, dan kerugian mencapai miliaran rupiah. 

Banyak yang mengira hujan deras adalah penyebab utama, tetapi kenyataannya, ada faktor lain yang memperparah situasi. 

Mulai dari pengelolaan tata kota yang buruk hingga perubahan iklim global, semua berkontribusi dalam memperburuk bencana ini.

Curah Hujan Ekstrem yang Makin Sering Terjadi

Sebagai negara tropis, Indonesia memang memiliki curah hujan tinggi, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, pola hujan menjadi lebih tidak menentu. 

BMKG mencatat bahwa intensitas hujan ekstrem meningkat akibat perubahan iklim. 

“Kami mengamati adanya tren peningkatan kejadian hujan ekstrem di berbagai wilayah Indonesia, terutama saat musim hujan,” ujar Kepala BMKG dalam laporan terbaru. 

Hujan deras yang turun dalam waktu singkat membuat tanah tidak mampu menyerap air dengan cukup cepat, sehingga menyebabkan banjir bandang yang datang tiba-tiba.

Alih Fungsi Lahan yang Menghilangkan Daerah Resapan

Hutan dan lahan hijau yang dulu berfungsi sebagai penyerap air kini berubah menjadi kawasan permukiman dan industri. 

Di Jabodetabek, misalnya, banyak daerah resapan air yang dialihfungsikan menjadi perumahan elite dan pusat bisnis. 

Studi dari BNPB menunjukkan bahwa deforestasi meningkatkan risiko banjir hingga 30 persen lebih tinggi dibandingkan daerah dengan ekosistem yang masih terjaga. 

Tanpa vegetasi yang cukup, air hujan langsung mengalir ke permukaan tanpa terserap ke dalam tanah, mempercepat terjadinya banjir.

Buruknya Sistem Drainase Perkotaan

Di banyak kota besar, sistem drainase tidak mampu menampung air dalam jumlah besar. Parit dan selokan yang seharusnya menjadi jalur pembuangan air justru sering tersumbat sampah. 

“Salah satu penyebab utama banjir di Jakarta adalah sistem drainase yang sudah tidak memadai untuk menampung volume air saat hujan lebat,” kata seorang ahli tata kota dari Universitas Indonesia. 

Air yang tidak bisa mengalir dengan lancar akhirnya meluap dan menggenangi jalanan serta permukiman warga.

Penurunan Permukaan Tanah (Land Subsidence)

Selain faktor hujan dan drainase, ada masalah lain yang kurang disadari, yaitu penurunan tanah. 

Jakarta mengalami penurunan tanah hingga 10 cm per tahun akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. Semakin rendah permukaan tanah, semakin mudah air menggenang. 

“Jika ini terus dibiarkan, Jakarta berisiko tenggelam lebih cepat dari yang diperkirakan,” ungkap seorang peneliti dari LIPI. 

Fenomena ini juga terjadi di Semarang dan Pekalongan, di mana beberapa wilayahnya kini berada di bawah permukaan laut.

Kenaikan Muka Air Laut dan Banjir Rob

Banjir rob semakin sering melanda kota-kota pesisir seperti Jakarta Utara, Semarang, dan Surabaya. 

BMKG melaporkan bahwa kenaikan muka air laut global rata-rata mencapai 3,3 mm per tahun. 

Ketika dikombinasikan dengan penurunan tanah, banjir rob semakin sulit dikendalikan. 

Warga pesisir sering kali harus menghadapi genangan air laut yang masuk ke rumah mereka, bahkan ketika tidak ada hujan sekalipun.

Pendangkalan dan Penyempitan Sungai

Sungai yang seharusnya menjadi jalur alami pembuangan air kini semakin dangkal akibat sedimentasi dan sampah. 

Sungai Ciliwung di Jakarta, misalnya, mengalami penyempitan yang drastis karena pembangunan liar di sepanjang bantaran sungai. 

Akibatnya, kapasitas sungai dalam menampung air hujan berkurang, sehingga air dengan mudah meluap ke permukiman sekitar.

Kurangnya Infrastruktur Pengendalian Banjir

Bendungan, waduk, dan kanal seharusnya menjadi solusi untuk mengatasi banjir, tetapi kapasitasnya sering kali tidak mencukupi. 

Waduk Pluit, misalnya, hanya mampu menampung sekitar 3 juta meter kubik air, sementara volume air hujan yang turun dalam satu kejadian hujan lebat bisa mencapai lebih dari 10 juta meter kubik. 

Tanpa perbaikan infrastruktur yang signifikan, banjir akan terus menjadi ancaman tahunan yang sulit dihindari.

Banjir di Indonesia bukan hanya akibat curah hujan tinggi, tetapi juga cerminan dari kesalahan pengelolaan lingkungan dan tata kota. 

Jika langkah mitigasi tidak segera diperkuat, bencana ini akan semakin parah di masa depan. 

Perlu ada kesadaran bersama bahwa banjir bukan sekadar bencana alam, tetapi juga tanggung jawab manusia dalam menjaga keseimbangan ekosistem.***

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *