Jakarta – Publik kembali menyoroti fenomena rangkap jabatan di lingkup pemerintahan, kali ini melibatkan Agustina Arumsari. Deputi Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu diketahui juga menjabat sebagai Komisaris di PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha Pertamina.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai potensi konflik kepentingan, mengingat BPKP bertugas mengaudit dan mengawasi keuangan negara, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Pertamina.
Persoalan utama yang muncul adalah independensi dan objektivitas dalam audit keuangan. Bagaimana mungkin BPKP dapat mengawasi Pertamina Patra Niaga secara transparan jika salah satu pejabatnya duduk di kursi pengawas perusahaan tersebut?
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dengan tegas melarang pejabat memiliki kepentingan ganda yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan.
Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang BPKP juga menegaskan pentingnya menjaga netralitas dalam tugas pengawasan.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi mengenai apakah Agustina Arumsari telah mengundurkan diri dari posisinya di PT Pertamina Patra Niaga. Jika masih menjabat, ini dapat menimbulkan polemik lebih lanjut terkait kepatuhan terhadap aturan tata kelola pemerintahan yang baik.
Isu ini mencuat di tengah penyelidikan yang tengah dilakukan Kejaksaan Agung terhadap dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp1.000 triliun, dan sembilan tersangka telah ditetapkan, termasuk beberapa anggota direksi. Namun, hingga saat ini, belum ada komisaris yang diperiksa.
Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menegaskan bahwa komisaris memiliki tanggung jawab dalam mengawasi kebijakan perusahaan agar terhindar dari penyimpangan.
Profil dan Kekayaan Agustina Arumsari
Latar belakang akademik Agustina Arumsari menunjukkan kredibilitasnya dalam bidang audit dan hukum. Ia menyelesaikan Diploma Tiga (D3) dan Diploma Empat (D4) di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pada tahun 1992 dan 1998, sebelum meraih gelar Magister Hukum dari Universitas Indonesia pada 2014.
Selain itu, ia mengantongi berbagai sertifikasi profesional seperti Certified Fraud Examiner (CFE), Certified Forensic Auditor (CFrA), Chartered Accountant (CA), dan beberapa sertifikasi lain yang memperkuat keahliannya di bidang pengawasan keuangan.
Di lingkungan BPKP, Agustina memiliki rekam jejak panjang. Ia pernah menjabat sebagai Asisten Pengawas Keuangan dan Pembangunan Madya di Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat serta menduduki posisi Direktur Investigasi BUMN dan BUMD pada 2017.
Pada 31 Januari 2020, ia diangkat sebagai Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi sebelum akhirnya menjabat sebagai Wakil Kepala BPKP melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 27 P Tahun 2025.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan pada 29 Februari 2024 untuk periode 2023, Agustina Arumsari melaporkan total kekayaan sebesar Rp8,73 miliar.
Rincian kekayaannya meliputi tanah dan bangunan senilai Rp2,07 miliar, alat transportasi senilai Rp210,59 juta, harta bergerak lainnya senilai Rp1,02 miliar, serta kas dan setara kas sebesar Rp5,42 miliar. Ia juga melaporkan bahwa dirinya tidak memiliki utang.
Menanti Kejelasan Sikap
Di tengah perbincangan publik mengenai etika tata kelola pemerintahan dan akuntabilitas pejabat negara, pertanyaan besar masih menggantung: apakah rangkap jabatan ini akan terus berlanjut, atau akan ada langkah korektif?
Dengan peran strategisnya di BPKP, Agustina Arumsari berada di posisi krusial dalam menjaga integritas sistem pengawasan keuangan negara. Namun, dengan jabatan komisaris di Pertamina Patra Niaga, independensinya dipertanyakan.
Tinggal menunggu apakah pihak terkait akan mengambil langkah konkret untuk menghindari potensi konflik kepentingan, atau apakah isu ini hanya akan berlalu begitu saja tanpa penyelesaian yang jelas.
(*)