Jakarta - Jakarta kembali dikepung banjir besar. Hujan deras yang mengguyur sejak Senin (3/3) menyebabkan air meluap dan merendam 62 Rukun Tetangga (RT) di berbagai wilayah.
Ketinggian air di beberapa titik bahkan mencapai 5 meter, memaksa ribuan warga mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Di kawasan Gedong, Jakarta Timur, banjir mencapai atap rumah. Warga terpaksa meninggalkan harta benda mereka demi menyelamatkan diri.
Kondisi ini mengingatkan pada banjir besar tahun 2020, yang kala itu menelan puluhan korban jiwa.
Tidak hanya permukiman warga, sejumlah fasilitas umum juga terdampak. Sebuah rumah sakit di Bekasi turut terendam, menyebabkan evakuasi pasien dan pemadaman listrik.
Situasi ini semakin memperumit upaya penyelamatan di tengah cuaca yang belum menunjukkan tanda-tanda membaik.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, telah menaikkan status siaga kota ke tingkat kedua tertinggi.
Ia menginstruksikan pengaktifan pompa air dan operasi modifikasi cuaca untuk mengurangi dampak banjir lebih lanjut.
“Kami berupaya semaksimal mungkin agar banjir ini segera surut dan warga bisa kembali ke rumah mereka,” ujarnya.
Banjir di Jakarta bukanlah fenomena baru. Curah hujan ekstrem sering kali menjadi pemicu utama, namun buruknya drainase dan penurunan muka tanah turut memperburuk situasi dari tahun ke tahun.
Kini, ribuan warga menanti kepastian. Akankah banjir ini segera surut, atau justru semakin meluas? Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi mencari solusi jangka panjang agar bencana serupa tidak terus berulang.
(*)
