Tangerang Selatan, Banten - Skandal korupsi kembali mencoreng citra PT Pertamina (Persero) setelah delapan mantan direktur perusahaan energi milik negara itu terseret dalam berbagai kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Mulai dari pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) hingga tata kelola minyak mentah dan produk kilang, skema yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah ini menyeret nama-nama besar di jajaran direksi Pertamina.
Pelanggaran dan Kerugian Negara
Kasus korupsi di tubuh Pertamina melibatkan berbagai modus, mulai dari pengambilan keputusan yang tidak sesuai prosedur hingga manipulasi harga dan suap.
Salah satu kasus yang menyita perhatian adalah dugaan korupsi pengadaan LNG periode 2011-2014. Mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, ditetapkan sebagai tersangka atas keputusan bisnisnya dalam pengadaan LNG tanpa kajian menyeluruh. Keputusan ini diduga menyebabkan kerugian negara sekitar USD113,84 juta atau setara dengan Rp1,77 triliun.
Kasus serupa menjerat mantan pejabat lainnya, seperti Hari Karyuliarto, mantan Direktur Gas dan Corporate Secretary Pertamina, serta Yenni Andayani, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina pada 2017. Keduanya terseret dalam pusaran kasus pengadaan LNG yang sama dengan Karen.
Selain itu, skandal korupsi di sektor tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 turut menyeret nama-nama penting.
Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, diduga mengatur strategi dalam rapat optimasi hilir sehingga minyak mentah dalam negeri tidak terserap sepenuhnya.
Akibatnya, kebijakan ini memicu impor yang dinilai tidak perlu dan menimbulkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.
Modus Operandi dan Dampaknya
Kasus-kasus korupsi ini tidak hanya melibatkan kesalahan administratif, tetapi juga praktik yang diduga merugikan keuangan negara dalam jumlah fantastis.
Salah satunya adalah dugaan pengaturan dalam pemilihan agen minyak mentah yang dilakukan Sani Dinar Saifuddin, Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Sementara itu, Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS), diduga melakukan mark-up dalam kontrak pengiriman minyak mentah yang menggelembungkan biaya hingga 15 persen lebih tinggi dari seharusnya.
Tidak hanya kasus dalam beberapa tahun terakhir, skandal lama pun mencuat kembali. Suroso Atmo Martoyo, mantan Direktur Pengolahan Pertamina, divonis lima tahun penjara pada 2015 karena menerima suap sebesar USD190 ribu serta fasilitas mewah sebagai imbalan dalam proyek bensin tetraethyl lead (TEL) pada 2004-2005.
Deretan Mantan Direktur Pertamina yang Terjerat Kasus Korupsi
- Karen Agustiawan – Mantan Direktur Utama Pertamina (2009-2014)
Kasus: Dugaan korupsi pengadaan LNG 2011-2014
Status hukum: Tersangka - Hari Karyuliarto – Mantan Direktur Gas dan Corporate Secretary Pertamina
Kasus: Dugaan korupsi pengadaan LNG 2011-2014
Status hukum: Tersangka - Yenni Andayani – Mantan Plt Direktur Utama Pertamina (2017)
Kasus: Dugaan korupsi pengadaan LNG 2011-2014
Status hukum: Tersangka - Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
Kasus: Dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang 2018-2023
Status hukum: Tersangka - Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI)
Kasus: Dugaan pengaturan pemilihan agen minyak mentah
Status hukum: Tersangka - Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS)
Kasus: Dugaan mark-up kontrak pengiriman minyak mentah
Status hukum: Tersangka - Suroso Atmo Martoyo – Mantan Direktur Pengolahan Pertamina
Kasus: Suap dalam proyek bensin tetraethyl lead (TEL) 2004-2005
Status hukum: Divonis 5 tahun penjara (2015) - Luhur Budi Djatmiko – Mantan Direktur Umum Pertamina (2012-2014)
Kasus: Dugaan korupsi pembelian tanah di Kompleks Rasuna Epicentrum
Status hukum: Tersangka
Kasus-kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan tata kelola perusahaan negara yang memiliki peran strategis dalam ketahanan energi nasional.
Pemerintah dan aparat penegak hukum terus melakukan investigasi untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dalam kasus-kasus ini.
(*)