Medan, Sumatera Utara - Sebuah kasus mengejutkan mengguncang dunia medis di Medan. Seorang pasien berinisial JS (43) mendatangi Rumah Sakit Umum (RSU) Mitra Sejati untuk mengobati keluhan pada jarinya.
Namun, yang terjadi di luar dugaan. Tanpa sepengetahuan dan persetujuan keluarganya, rumah sakit justru melakukan amputasi pada kaki pasien tersebut.
Kabar ini pertama kali mencuat melalui sebuah video yang beredar di media sosial, yang menunjukkan perdebatan antara keluarga pasien dan pihak rumah sakit. Keluarga JS mengaku sangat terkejut dan merasa tidak pernah memberikan izin untuk tindakan amputasi tersebut.
"Kami tidak pernah diberitahu sebelumnya. Tahu-tahu kakinya sudah diamputasi!" ujar salah satu anggota keluarga dengan nada geram.
Kasus ini langsung menarik perhatian publik, hingga Dinas Kesehatan Sumatera Utara pun turun tangan. Kepala Dinas Kesehatan Sumut menyatakan bahwa pihaknya akan menyelidiki apakah terjadi pelanggaran prosedur medis dalam kasus ini.
"Kami akan mendalami kasus ini untuk memastikan apakah ada kesalahan dalam proses pengambilan keputusan medis oleh rumah sakit," ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu, juga memberikan respons tegas. Ia mendesak RSU Mitra Sejati untuk memberikan klarifikasi dan transparansi terkait kejadian ini.
"Rumah sakit harus menjelaskan kepada publik. Tindakan medis harus dilakukan dengan komunikasi yang jelas antara tenaga kesehatan dan keluarga pasien," tegasnya.
Di sisi lain, pihak RSU Mitra Sejati mengklaim bahwa masalah ini telah diselesaikan secara damai dengan keluarga pasien. Namun, hingga kini, tidak ada pernyataan resmi yang merinci bentuk kesepakatan tersebut.
Tidak hanya itu, kepolisian juga ikut turun tangan menyelidiki laporan dugaan amputasi tanpa izin ini. Pihak berwenang akan memeriksa semua pihak terkait untuk memastikan apakah ada unsur pelanggaran hukum dalam prosedur medis yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya komunikasi antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien sebelum mengambil tindakan medis yang signifikan.
Kejadian ini juga menyoroti perlunya transparansi dalam prosedur medis agar hak pasien tetap terlindungi dan kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan tidak luntur.
(*)