Sani Dinar Saifuddin (lahir tahun 1980) adalah seorang eksekutif di industri energi yang menjabat sebagai Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) sejak tahun 2022.
Dengan pengalaman lebih dari dua dekade di bidang perdagangan minyak mentah dan produk kilang, ia memainkan peran penting dalam rantai pasokan energi di Indonesia.
Namun, pada tahun 2025, namanya mencuat dalam pemberitaan nasional setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Pendidikan dan Karier
Sani Dinar Saifuddin menempuh pendidikan di Universitas Padjadjaran Bandung, tempat ia meraih gelar Sarjana Ekonomi Manajemen pada tahun 2001.
Lulus dengan latar belakang akademik di bidang ekonomi, ia memulai kariernya di industri energi pada tahun 2004 sebagai Oil Products & Crude Oil Trader di PT Pertamina (Persero).
Dalam perannya ini, ia bertanggung jawab atas perdagangan minyak mentah dan produk turunannya di pasar domestik maupun internasional.
Pada tahun 2010, Sani bergabung dengan Pertamina Energy Services, anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang trading dan bisnis energi.
Di sana, ia memperluas cakupan profesionalnya ke dalam aspek pengembangan bisnis dan manajemen rantai pasok. Selama lebih dari satu dekade, ia terus membangun pengalaman dalam analisis pasar, pengelolaan stok, serta strategi optimasi feedstock dan produk.
Pada tahun 2022, ia ditunjuk sebagai Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Dalam posisi ini, ia bertanggung jawab atas strategi pengadaan bahan baku dan distribusi produk kilang, yang menjadi elemen vital dalam efisiensi dan keberlanjutan operasi kilang minyak Pertamina.
Kasus Hukum
Pada Februari 2025, Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan Sani Dinar Saifuddin sebagai salah satu tersangka dalam dugaan korupsi yang berkaitan dengan tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina dan KKKS untuk periode 2018–2023.
Dugaan ini melibatkan pemberian izin impor minyak mentah dengan harga tinggi, meskipun persyaratan belum sepenuhnya terpenuhi.
Akibatnya, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp193,7 triliun. Kasus ini menjadi perhatian publik karena besarnya angka dugaan kerugian dan posisi strategis yang diemban oleh Sani di PT KPI.
Harta Kekayaan
Berdasarkan laporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan pada 18 Maret 2024, Sani Dinar Saifuddin memiliki total kekayaan sebesar Rp15,7 miliar. Aset tersebut terdiri dari berbagai bentuk investasi, properti, dan kendaraan mewah:
- Tanah dan Bangunan senilai Rp8,01 miliar, tersebar di Bandung, Jakarta Selatan, dan Sumedang.
- Kendaraan senilai Rp827,5 juta, mencakup Toyota Voxy, Mazda CX-5 Elite, Vespa GTS 150, dan Royal Enfield Hunter 350.
- Surat Berharga senilai Rp2,48 miliar.
- Kas dan Setara Kas sejumlah Rp3,9 miliar.
- Harta Lainnya senilai Rp310 juta.
Dampak dan Respons
Kasus yang menjerat Sani Dinar Saifuddin menjadi sorotan karena terkait dengan sektor strategis dalam ketahanan energi nasional.
Pemerintah dan pihak berwenang terus melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan serta aliran dana yang berkaitan dengan dugaan korupsi ini.
Di sisi lain, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan PT Pertamina (Persero) berupaya menjaga operasional mereka tetap berjalan tanpa gangguan, seraya menegaskan komitmen terhadap tata kelola yang transparan dan akuntabel.
Meski kasus ini masih dalam proses hukum, penetapan tersangka terhadap Sani Dinar Saifuddin menambah daftar panjang kasus dugaan korupsi di sektor energi di Indonesia.
Publik menantikan perkembangan lebih lanjut dalam penyidikan serta keputusan hukum yang akan dijatuhkan dalam kasus ini.
(*)