Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex): Sejarah dan Perkembangan
Sri Rejeki Isman Tbk, atau yang lebih dikenal dengan Sritex, merupakan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang didirikan oleh H.M. Lukminto pada 16 Agustus 1966.
Awalnya, Sritex beroperasi sebagai usaha dagang tradisional di Pasar Klewer, Solo, sebelum berkembang menjadi korporasi dengan kapasitas produksi yang mencakup berbagai sektor industri tekstil.
Perusahaan ini memproduksi kain greige dengan kapasitas 179,99 juta meter, benang sebanyak 1,1 juta bal, serta 240 juta yard kain yang diwarnai dan dicetak.
Selain itu, Sritex juga menghasilkan 30 juta unit pakaian mode dan seragam per tahun.
Selama lebih dari lima dekade, Sritex berhasil menempatkan dirinya sebagai pemain utama dalam industri tekstil global.
Dengan kantor pusat dan fasilitas produksi di Solo, Jawa Tengah, perusahaan ini mengekspor produknya ke lebih dari 100 negara.
Keunggulan Sritex tidak hanya terletak pada kapasitas produksi yang besar, tetapi juga inovasi dalam pengembangan tekstil, termasuk pemasok seragam militer untuk berbagai negara.
Krisis dan Kepailitan
Namun, kejayaan Sritex menghadapi ujian berat ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang berujung pada status pailit.
Rapat kreditur di Pengadilan Negeri Semarang memutuskan bahwa Sritex tidak dapat melanjutkan usaha karena beban biaya operasional yang jauh lebih besar dibandingkan pendapatan.
Akibatnya, perusahaan dinyatakan insolvensi dan tidak mampu melunasi utang.
Seiring dengan keputusan tersebut, tim kurator mulai melakukan proses pemberesan aset pailit.
Kurator Denny Ardiansyah menyatakan bahwa hak-hak karyawan akan menjadi prioritas dalam penyelesaian utang perusahaan.
"Oleh karena itu kami fasilitasi dengan meminta petugas dinas tenaga kerja dan BPJS Ketenagakerjaan datang ke pabrik Sritex, tidak perlu para karyawan mendatangi kantor dinas atau BPJS," jelasnya.
Penutupan Operasional dan PHK Massal
Pada 1 Maret 2025, seluruh operasional pabrik Sritex di Jawa Tengah resmi ditutup, menyebabkan lebih dari 11.000 karyawan kehilangan pekerjaan.
Proses pemutusan hubungan kerja ini mencakup beberapa anak perusahaan Sritex, di antaranya PT Bitratex Semarang yang merumahkan 1.065 pekerja pada Januari 2025, serta PHK tambahan untuk 104 karyawan pada Februari 2025.
Sementara itu, PT Sritex Sukoharjo memberhentikan 8.504 pekerja, PT Primayuda Boyolali 956 orang, dan PT Sinar Panja Jaya Semarang 40 orang.
Selain itu, sebanyak 300 karyawan PT Sinar Panja Jaya juga terdampak, dengan pesangon yang belum dibayarkan sejak Agustus 2024.
Keputusan penutupan ini membawa duka bagi ribuan keluarga yang menggantungkan hidup pada perusahaan tersebut.
Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, yang akrab disapa Wawan, mengungkapkan kesedihannya atas nasib para pekerja.
"Melihat semua karyawan yang tidak dapat lagi bekerja dan menghidupi keluarga, itu saya tidak ikhlas. Hati saya ke semua karyawan sebagai saudara-saudara saya juga," ujarnya.
Dalam pernyataan lainnya, Wawan juga menyampaikan rasa terima kasih kepada para karyawan yang telah setia membangun Sritex selama hampir 59 tahun.
"Sritex berduka, kami berduka. Kami mohon maaf karena tidak mampu memperjuangkan keinginan karyawan agar dapat tetap bekerja kembali di Sritex," katanya.
Dampak dan Tanggapan
Dampak dari penutupan Sritex sangat besar, terutama bagi industri tekstil nasional dan ribuan pekerja yang kehilangan mata pencaharian.
Pemerintah, melalui dinas terkait, berupaya memfasilitasi transisi bagi para mantan karyawan agar dapat segera mendapatkan pekerjaan baru.
Di sisi lain, pihak manajemen Sritex menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan kurator dalam memastikan proses pemberesan berjalan lancar.
Wawan menegaskan bahwa pihaknya akan tetap mengawal proses ini demi memastikan hak-hak karyawan terpenuhi.
Penutupan total Sritex menandai berakhirnya perjalanan panjang perusahaan yang pernah menjadi kebanggaan industri tekstil Indonesia.
Dari kejayaannya sebagai eksportir global hingga akhirnya tersandung krisis finansial, Sritex meninggalkan jejak sejarah yang tak terlupakan dalam dunia tekstil nasional.
(*)